Original character by Masashi Kishimoto
Mereka
menemukan tempat itu dan dirinya masing-masing tanpa sengaja hanya
langkah takdir yang membimbing, mengurut benang takdir berwarna merah.
Suara deru kendara menghiasi pertemuan mereka ditengah kepadatan orang
berlalu-lalang dengan sibuk tidak mempedulikan apapun selain diri mereka
sendiri. Mata biru kedua remaja yang saling pandang saat ini dan saat
nanti.
Sebuah Akhir
Dering bel
sekolah berseru nyaring dari seluruh koridor, hampir sebagian penghuni
kelas selalu menyambut bahagia setiap harinya karena pelajaran-pelajaran
menjemukan yang ada diakhir kelas. Dengan setengah sadar sayup-sayup
laki-laki dengan rambut kuning itu mengangkat kepalanya yang sejak tadi
menempel di permukaan meja yang keras dengan ditutupi buku sejarah yang
sengaja ia berdirikan agar wajahnya tidak terlihat.
Hanya tinggal
beberapa orang saja yang masih sibuk dalam kelas, segera pemuda itu
membereskan barang-barangnya. Ia tidak mau menjadi bulan-bulanan
pengurus kelas untuk piket. Sebelum keluar sempat mata birunya melirik
tajam mengawasi gadis cantik dengan rambut paling manis menurutnya.
"Naruto kau harus piket hari ini!" seru salah seorang temannya yang juga piket hari itu.
"Aku
sedang banyak urusan!" dia melambaikan tangan dan senyum terlebarnya
tujuan sebenarnya untuk Gadis yangsedang duduk diatas meja sambil
mengobrol dengan teman-temanya.
"Naruto!" teriakan jengkel terdengar sampai keluar kelas.
Naruto
itu berjalan melewati dua pintu kelas sampai akhirnya ia sampai di
ambang pintu melihat sahabatnya sedang duduk dan seorang gadis berdiri
dihadapannya sambil membawa kotak coklat. Naruto sengaja untuk tidak
segera masuk kedalam kelas itu memberikan sedikit waktu pada gadis polos
yang sedang berusaha mendapatkan hati pangeran sekolah.
Baru
beberapa saat Naruto menunggu gadis itu keluar sambil berlari dengan
wajah yang memerah tapi memancarkan kekecewaan yang sangat. Naruto masuk
mendapati kotak coklat di meja sahabatnya tanpa disentuh sedikitpun
sejak gadis itu memberikannya.
"Kau harus menghargainya sedikit,
Sasuke. Dia membuatkannya coklat itu sampai dapur rumahnya meledak."
candanya menarik kotak coklat itu dan membukannya, "apa kau benar-benar
gay seperti gosip yang beredar?" ia kembali bicara dengan mulut yang
penuh dengan coklat.
"Hn, aku hanya tidak suka mereka." jawab
pemuda itu berdiri dari duduknya dan merebut kotak coklatnya, "aku rasa
coklat ini dia beli di toko, bukan dia buat sendiri." jarinya menunjukan
merek coklat ternama yang tercetak pada permukaan coklat.
"Pantas
rasanya profesional..." jawab Naruto yang binggung sendiri karena kosa
kata barunya, "rasa profesional?" lagi ia menanyakan pada dirinya
sendiri.
"Cepat lah aku ingin kau lihat siapa yang telah membuat
mereka semua ditolak." Sasuke melangkah keluar kelas dengan gaya
dinginnya yang membuat rasa penasaan pada Naruto.
Mereka menyusuri
rute jalan pulang mereka seperti biasa, tidak ada yang aneh dengan
sikap Sauke tapi ia tetap bersabar menunggu gadis seperti apa yang
pangeran sekolah ini sukai. Dengan tiba-tiba Sasuke menghentikan
jalannya membuat Naruto juga ikut berhenti dengan sigap karena
kewaspadaannya saat itu. tapi sejauh matanya dapat melihat hanya ada
satu gadis dengan rambut pirang yang diikat tinggi memakai seragam
sekolah khusus putri.
Sekolah yang berisi banyak putri para
pejabat dan pengusaha yang bertata krama dan kepribadian yang baik,
sekolah itu memiliki lahan yang cukup luas dengan asramanya yang begitu
mewah. Walaupun sekolah itu memiliki asrama mereka sendiri siswinya
tidak diwajibkan untuk tinggal diasrama. sekolah elit yang jelas akan
ada pertarungan gengsi antar siswinya membuat asrama mewah itu selalu
saja dipenuhi siswi yang ingin tinggal disana.
"Apa dia orangnya?" bisik Naruto mendekati Sasuke.
"Iya."
jawab pemuda itu datar, tapi Naruto tahu jantungnya begejolak sebagai
laki-laki normal sama saja ketika dia memperhatikan Sakura gadis cantik
berambut manis tadi.
"Dia terlihat sama saja seperti yang lain akan histeris ketika melihat mmu." komentar Naruto.
"Aku
harap dia melakukan itu." Sasuke menghela napas dan mulai kembali
berjalan pulang, "Dia hanya gadis dari keluarga biasa. Kau lihat tidak
ada anak sekolah khusus putri yang naik kereta dengan sepatu yang mulai
lusuh dan tinggal di pinggiran kota? Tapi dia berbeda, tidak tidak
merasa malu dengan keadaannya yang minoritas disana. Mungkin jika gadis
lain justru merasa ingin pindah secepatnya dari sana." baru kali ini
Naruto mendengar Sasuke sang pangeran sekolah yang terkenal dingin itu
bicara penjang lebih dari lima belas kata tentang perempuan yang dia
sukai.
"Kau tahu dia?" tanya Naruto heran baru kali ini Sasuke memperhatikan perempuan sampai begitu detail.
"Ya, aku mencari tahu." keluh Sasuke seperti sedang mengakui sebuah aib.
Naruto
tertawa mendengar kisah cinta pangeran sekolah yang tidak berjalan
mulus karena krisis percaya diri bila dihadapan perempuan yang
benar-benar dia cintai, "Kau bisa ceritakan semuanya padaku, teman.
Mungkin saja sedikit mengurangi keresahan remaja yang sedikit hormonal
seperti mu sekarang ini." Naruto merangkul akrab pundan Sasuke.
"Kalau aku sedikit hormonal jadi kau remaja yang sangat hormonal begitu?"
Naruto
melepas rangkulannya dengan sedikit malu, karena Sasuke tahu dirinya
sudah tergila-gila pada Sakura, "Yaah, dan kau sedit humoris, teman."
Ino
sejauh yang dia cari tahu adalah gadis pengusaha kecil yang bertani
bunga-bungaan, dia dapat bersekolah di sekolahan elit dengan setengah
harga karena Beasiswa. Dia gadis yang paling mencolok jika berada di
stasiun, karena jarang orang melihat seragam Sekolah khusus putri
berkeliaran dari area mereka. Mereka biasanya memiliki dunia mereka
sendiri tidak tahu bagai mana cara bersosialisai dengan dunia luar. Awal
yang Sasuke pikirkan adalah Ino juga sama seperti mereka, tetapi
anggapannya benar-benar di pukul balik saat itu.
Sasuke bangun
terlalu pagi dari biasanya, walaupun banyak kendaraan mewah yang
terparkir di halaman rumahnya dia memilih menaiki tranportasi umum.
Layaknya anak laki-laki biasa yang tidak mau terlihat begitu menonjol
dengan kekayaan orang tuanya, kecuali Naruto dia terlihat menonjol
justru karena sikap bodohnya, bahkan jika mau Sasuke akan melakukan hal
sama seperti sahabatnya itu jika ingin menonjol bukan dengan harta.
Dekat
stasiun kereta terdapat sebuah toko permen dan mainan anak-anak yang
sudah reot dan tidak menarik lagi, hebatnya toko itu tetap berjuang dan
bersaing dengan super mall yang gedungnya mencakar langit. Ino gadis
pirang itu tepat berjalan didepannya, rok sekolah khusus putri memang
sangat mini dan
glamour membuat penasaran Sasuke sebagai
laki-laki remaja. Tidak dapat dibantahkan kalau Sasuke benar-benar masih
remaja yang penasaran dengan segala sesuatu yang ada di tubuh perempuan
karena berbeda dengan miliknya
Ino memang sedikit tidak peduli
dengan keadaan sekelilingnya, tapi setidaknya ia cukup ramah bagi sang
nenek penjual gulali yang terkenal tidak ramah. Walaupun sapaan gadis
pirang itu tidak digubris oleh si nenek Ino benar-benar tidak peduli, ia
sangat tertarik pada sang nenek dan sempat menanyakan sesuatu yang
membuat nenek itu melirik tajam, Ino justru tersenyum melihat lirikan
nenek itu.
"Sepertinya ia bodoh," gumam pemuda dengan nama
keluarga Uchiha yang entah mengapa ikut berhenti ketika gadis itu
berhenti sebentar menyapa nenek penjual gulali.
Ino meneruskan
kembali perjalanannya sebelum ia terlambat. Sempat Sasuke melihat wajah
memerah seorang nenek yang selalu terlihat marah ketika dirinya melewati
nenek yang kegiatan menyapunya sedikit terusik.
"Apa yang gadis itu bicarakan tadi?" tanya Sasuke mengalahkan rasa penasarannya.
Sang
nenek tersenyum dengan hati yang mengembang, "Tadi dia bilang, pemuda
yang ada di belakangnya pasti mirip dengan suamiku dulu, tapi sayang dia
sudah menyukainya makannya aku jangan merebutmu darinya." Nenek itu
menghela napas sedikit jengkel, "lagi pula aku sudah tidak tertarik
untuk menikah lagi." Keluhnya.
Sasuke tersenyum melihat Ino yang
menghibur sang nenek dengan candaan yang mengada-ada, karena dia belum
menyukainya saat gadis itu berkata demikian tapi sekaranglah dia
betul-betul kembali melihat jalannya sebuah angin berhembus membisikan
sesuatu yang mengecewakan.
"Lalu usaha apa yang kau lakukan teman?" tanya Naruto dengan mulut penuh isi.
"Hanya
mencari tahu saja." sahut sang pemilik rumah yang makanannya habis
dijarah oleh si pirang-tidak-tahu-diri, beruntung lemarinya selalu
terisi penuh kembali dalam jentikan jari.
"Hanya itu? cobalah menatapnya dalam saat bertemu, seperti aku." sombong Naruto yang usahanya cintanya selalu gagal.
Sasuke
tersenyum mengingat apa yang ia lihat pagi itu. Ino menoleh
kesana-kemari seolah mencari sesuatu dan tatapannya berhenti kearah
kanan. Binar matanya berubah, mata Sasuke mengikuti arah mata gadis itu.
Hanya ada beberapa orang karyawan yang biasa menunggu kereta paling
pagi. Beberapa lama kereta datang dan para karyawan itu masuk
meninggalkan seorang pemuda berseragam sama dengannya. Mata gadis itu
menatap padanya, seorang teman sekelasnya yang selalu tidur berambut
nanas dan meraih ranking paling atas diatas dirinya.
"Dia menyukai orang lain," Sasuke sedit menghela napas, "ini sangat memalukan."
"Haah...
cinta itu memalukan." ujar Naruto sambil merebahkan diri ke tempat
tidur, ekspresi wajahnya sangat mengundang sepatu melayang kearahnya.
"Bagaimana dengan Sakura?" tidak biasanya Sasuke akan bertanya lebih dulu.
"Aku baru saja mengirim e-mail padanya, kami akan kencan hari Minggu nanti, kau mau ikut?"
"Tidak."
"Bagus!"
sorak Naruto bahagia, yang ditatap oleh sahabatnya heran, "Dia
menyuruhku mengajakmu." kalimat itu sangat menggangu Sasuke, dia tahu
Sakura tidak tulus dengan Naruto ada yang gadis itu inginkan dari pemuda
polos dengan hati menggebu-gebu itu.
"Baiklah aku ikut."
penarikan Sasuke atas penyataannya tadi justru memancing tawa saat
melihat ekspresi Naruto dengan roh diatas kepalanya.
Hari Minggu
yang dinantikan, Sasuke dan Naruto sudah datang lebih awal. Sasuke
sempat memprotes tindakan berlebihan ini, ia tidak suka melihat Naruto
yang terlalu tergila-gila ini. Sasuke takut Naruto hanya dijadikan
boneka atau pesuruh, baginya pria hanya mencintai perempuan 10% paling
banyak adalah 20% saja, sisanya setelah gadis itu benar-benar menjadi
wanita sejati. Dia memang didikan Uchiha yang berharga diri tinggi,
sedangkan Naruto tidak memperdulikan hal itu baginya itu hanya untuk
Sasuke saja bukan untuk dirinya.
Rambut indah Sakura yang selalu
menyilaukan matanya sejak kecil, tanpa sadar atau karena takdir mereka
selalu satu kelas sejak SD kelas lima. Itu yang selalu membuat Naruto
melihatnya setiap hari dan menambahkan tingkat kegilaan dirinya. Dalam
hati kecilnya Si pirang berantakan itu sadar Sakura menyukai orang lain
saat pertama masuk SMA, mata hijau indahnya selalu melihat Sasuke.
Naruto tahu ia akan sakit hati setidaknya untuk sekarang ia akan
menikmati kesenangannya dulu sebelum rasa sakit itu datang dan dairinya
pergi untuk beberapa lama. Lagi pula tidak ada alasan bagi Sasuke
menolaknya, Sakura tidak suka mengganggunya seperti gadis-gadis lain
kecuali satu alasan yaitu dia.
Sakura datang lima belas menit
sebelum waktu janjian mereka tapi Naruto yang terlampau bersemangat
menyeret Sasuke tiga puluh menit sebelum waktu janjian. Sakura sedikit
kaget melihat kedua laki-laki itu sudah berada di sekitar loket masuk
arena taman bermain. Bagi Sasuke sedikit tenang setidaknya ia tidak
harus menunggu lama.
Mereka masuk beriringan Sasuke sengaja tidak
memberikan kesempatan pada Sakura berjalan disampingnya, ia lebih
memilih Naruto berjalan ditengah mereka. Obrolan mereka kesana-kemari
dengan sesekali mengajaknya berbicara dengan, "Bukan begitu, Sasuke?"
yang harus dijawabnya iya atau tidak sesuai alur pembicaraan mereka, ia
malas berargumen jika jawab yang keluar dari mulutnya berbeda.
Sebelum
menaiki wahana apapun Naruto menawarkan membelikan jus untuk Sakura, ia
tidak mau membelikan untuk Sasuke yang dari tadi hanya diam saja yang
malah menjadi menggangu daripada ikut bicara. Nauto meningglakan mereka
berdua.
Sasuke menatapnya penuh penilaian, pandangan dingin yang
justru membuat para gadis tergila-gila. Pandangan dingin Sasuke membuat
suasana tidak nyaman beberapa lama dan akhirnya memberanikan diri
Sakuran berjalan lebih dekat dihadapan Sasuke.
"A-aku menyukaimu dari awal," Sakura tertunduk malu tapi suaranya cukup terdengar.
"Kau tega menggunakan Naruto untuk ini?" Sasuke sinis meninggalkan gadis yag kebingungan itu.
"Tunggu!" teriaknya lantang, "aku tidak mengerti?"
"Kau tega menggunakan Naruto untuk mendekatiku?" tatapan Sasuke terlihat lebih tajam dan dingin.
"Maksudmu?
Aku tidak pernah melakukan itu, Aku dan Naruto kenal sejak kecil dan
dia tahu aku menyukaimu, hari ini dia mengajakku pergi untuk bertemu
dengan mu." wajah Sakura memerah karena malu diperhatikan banyak orang.
Apa
yang Naruto lakukan demi orang yang digilainya ini membuat Sasuke
bingung, tangannya menarik gadis itu tegas menduga Naruto tidak akan
kembali setelah membeli jus, "Kita bicarakan ini baik-baik."
"Pak, jus jeruk dua gelas..." pinta Naruto senang.
"Wah kebetulan sekali, hari ini begitu ramai sekarang hanya tersisa dua gelas saja."
Pria
yang hampir setengah baya itu memberikan minumannya. Naruto memberikan
dua lembar uang dan beberapa koin. Baru beberapa langkah ia pergi
meninggalkan kedai jus seorang gadis datang meninta satu gelas dan suah
habis. Sekilas Naruto menoleh dan merasa kenal pada gadis yang kecewa
karena jusnya sudah habis.
Matanya terasa perih seperti ditetesi
air garam, Sakura sedang berbicara dengan Sasuke. Tapi ia tahu apa yang
mereka bicarakan membuat langkahnya terhenti, ia ingat janjinya pada
Sakura untuk mendekatkannya pada Sasuke. Ada satu rahasia yang ia simpan
dihadapan Sasuke, Sakura bukan sekedar teman kecil yang ia cintai tapi
juga sahabatnya sama seperti halnya Sasuke sendiri. Naruto memutar balik
langkahnya berpapasan dengan gadis pirang yang kehabisan jus tadi.
"Hei, kau!" panggil Naruto tidak tahu namanya.
"Aku?" tanya gadis pirang yang merasa dirinya yang dipanggil.
"Ini untukmu." Naruto tersenyum lebar memberikan satu gelasnya pada gadis yang sedikit heran itu.
"Terimakasih ya!"teriak gadis itu mengetahui Naruto berjalan menuju pintu keluar.
Mereka
datang mengurut benang takdir berwarna merah yang diikatkan sembarangan
oleh sang dewa takdir. Tidak ada yang bisa memutuskan ikatan sang dewa
termasuk dewa itu sekalipun.
Naruto menerima banyak e-mail dari
Sasuke isinya semua adalah permintaan maaf karena ia sebentar lagi akan
menikah dengan Sakura, ia tidak menyangka Sasuke akan mengingat terus
masa lalu yang sebernanarnya sudah lama ia lupakan. Sasuke mencantumkan
nomor telepon pada e-mailnya berharap akan bertemu lagi dengan sahabat
lamanya itu.
Naruto menekan nomor yang tertera tanpa rasa lagi
pula ia sudah lupa bagaimana rasa sakit yang timbul waktu itu, terdengan
bunyi tut-tut beberapa kali sebelum sebuah suara halus yang sedikit
serak berkatra 'Hallo?'
Naruto mengenali suara itu walaupun sudah sangat lama baginya, "Sakura?" katanya pelan, "Ini aku Naruto,"
"Naruto?"
teriak wanita itu diujung telepon, "kau tidak pernah membicarakan
apapun tentang kepindahanmu, bodoh!" ia tetap saj berteriak.
Terdengar
suara orang lain dan mereka sempat berbincang sejenak sebelum suara
'Hallo' terdengar lagi tetapi lebih berat, "Naruto?"
"Iya, ini aku. Apa kau mau mengundangku kepernikahan kalian?" tawar Naruto yang berharap bisa bertemu mereka lagi.
"Tentu
saja, kami akan merayakannya bulan depan dihotel milik ayahku, kau ini
kemana saja?" baru kali ini Naruto mendenga nada bersemangat Sasuke,
"hei, bodoh! Seharusnya aku yang marah karena kau tahukan..." Sasuke
terdengar sedikit ragu meneruskan kalimatnya, benar, Naruto tahu Sasuke
sudah menyukai gadis lain tapi bukankan ia telah mempermudah dewa takdir
mengikatkan mereka berdua.
"Ah, aku ada urusan sebentar daaaah..."
Naruto
sengaja mematikan teleponnya, berlama-lama menelepon mereka membuatnya
teringat rasa yang dulu pernah dia alami. Ia meletakan telepon
genggamnya dan pergi mengambil kunci mobil. Tidak tahu dirinya akan
pergi kemana, sudah hampir dua bulan ia kembali ke Jepang. Baru kali ini
ia berjalan sejauh ini dengan mobil setelah beberapa bulan kecelakaan
lalu-lintas yang membuat tangan kanannya patah, karena terasa nyeri ia
menepikan mobilnya. Melihat sepanjang jalan yang ia lalui sebelah
kanannya banyak sekali rumput ilalang yang tinggi membuat penasaran apa
yang ada dibaliknya.
Kakinya melompati pagar pembatas jalan dan
mulai menerobos ilalang-ilalang itu. sampai akhirnya ia tidak tahu
kemana ia tuju, sebelum berbalik arah Mata biru cerahnya menemukan
sebuah pohon beringin tua yang rindang, dibawah beringin itu hanya
derdapat rumput-rumput pendek yang nyaman untuk diduduki. Pohon beringin
itu seolah terisolasi dari duani luarnya dengan rumput ilalang yang
menjulang menutupinya.
Naruto bersandar menikmati bahwa dirinya
sekarang benar-benar bebas. Tanpa ponsel dan panggilan-panggilan kantor
yang memuakan. Angin semilir membuatnya terbuai dan terlelap, sampai
ketika ia membuka matanya sesosok wanita datang dengan mata birunya yang
sedikit lebih gelap darinya. Perasaan yang familiar dari wajah dan
rambut itu terus memutar memori Naruto mencari dimana ia telah
melihatnya.
Perjalan Takdir belum berhenti
The End